Untuk menghambat penyebaran HIV/AIDS agar tidak semakin menjalar di negeri ini, haruslah kita mengetahui apa yang menjadi penyebab utama penyebaran virus HIV diantaranya:Pertama, Perilaku Seks Bebas Sebagai Transmisi Utama HIV/AIDS (Survey CDC, Des 2002 dan KPAN 2003). Di Indonesia virus HIV/AIDS pertama kali masuk dibawa oleh turis yang berada di Bali. Kedua, Penyalahgunaan Narkoba Beresiko Terinfeksi HIV Karena Seks Bebas. Umumnya penderita tertular virus HIV melalui penggunaan jarum suntik bersama dan aktif melakukan seks bebas akibat “loss control” sehingga resiko tertular virus HIV semakin tinggi.
UPAYA PENANGGULANGAN HIV/AIDS
Tidak kita pungkiri, bahwa seks bebas dan penyalahgunaan narkoba sangat erat kaitannya dengan penularan HIV/AIDS. Lihat saja, lokalisasi di kawasan gang dolly dan berbagai diskotek-diskotek di wilayah Surabaya, berapa banyak akses penjualan narkoba dan seks bebas terjadi disana. Razia-razia yang dilakukan aparat kepolisian tidaklah cukup mengehentikan penyebaran visrus penyakit ini. kampanye kondomisasi yang dieluh-eluhkan dapat mengatasi pencegahan HIV/AIDS yang ditunjang dengan pendirian ATM kondom ternyata tetap tidak membawa hasil yang signifikan. Kondom bukanlah penyelesaian tuntas, kondom tidak efektif sebagai pencegah penularan virus HIV. Karena pori-pori kondom besarnya 600 kali lebih besar dibanding besar virus HIV. Selain itu, kondom sensitif terhadap perubahan suhu. Sehingga, penggunaan kondom semakin meningkatkan laju infeksi HIV dan menyuburkan seks bebas.
Penerapan ide liberalisme di negeri ini, semakin menambah daftar panjang perusakan generasi bangsa. Akibat diadopsinya budaya barat seperti seks bebas menimbulkan berbagai permasalahan mulai kehamilan di luar nikah, aborsi, stress, bunuh diri dan kehanciran keluarga. Untuk itu, hendaknya kita lebih waspada terhadap budaya yang bersifat merusak generasi bangsa. Pencegahan penularan HIV/AIDS tidak bisa tidak harus diselesaikan dengan penyelesaian yang menyeluruh dan komprehensif bukan parsial. Ideologi sekular/kapitalis yang banyak diemban oleh beberapa negara ternyata tidak berhasil membawa bangsa ini bermatabat. Kebebasan berperilaku yang diagung-agugkan semakin membuat negeri ini terpuruk dan bakal dipastikan kehilangan generasi bangsa yang berkualitas. Hal ini berbeda dengan Islam sebagai ideologi yang terbukti dapat menyelesaikan permasalahan secara tuntas. Untuk kasus pencegahan penularan HIV/AIDS ini, ada tiga solusi yang dapat diberikan yaitu:
1. Pemutusan Rantai Transmisi HIV: Stop Seks Bebas
Aktivitas seks bebas tetap akan terjadi di negeri ini, selama negara juga tetap memfasilitasi terjadinya aktivitas seks bebas. Ada kontradiksi dalam hal ini, di satu sisi negara ingin penularan HIV/AIDS tidak terus meningkat tetapi di sisi lain negara malah memberikan izin beroperasinya tempat-tempat yang jelas-jelas menumbuh suburkan aktivitas seks bebas.Hendaknya Pemerintah bertindak dengan tegas, bukannya plin-plan karena ini menyangkut generasi bangsa di masa yan akan datang.
2. Pemutusan Rantai Transmisi HIV: Stop Penyalahgunaan Narkoba
Narkoba dan segala jenisnya sangat berbahaya, karena selain dapat menghilangkan akal manusia juga dapat menularkan HIV/AIDS melaui jarum suntik yang tidak streril. Untuk memberantasnya harus dilakukan peningkatan ketakwaan individu dan menghabisi mafia narkoba hingga ke akar-akarnya. Penyalahgunaan narkoba diberikan sanksi 40 kali cambuk dan bagi pengedar dapat dikenai hukuman mati.
3. Pemutusan Rantai Transmisi Melalui ODHA
Untuk menghambat penularan HIV/AIDS melalui “efek spiral”, maka yang harus dilakukan Pemerintah bagi ODHA yang terbukti terinfeksi karena zina dan sudah menikah akan dirajam. Sedangkan ODHA yang terinfeksi karena aktifitas homoseks haruslah dibunuh untuk menekan jumlah yang tertular akibat “efek spiral”. Langkah ini harus ditempuh oleh negara dengan menindak secara tegas bagi para pelaku. Adanya sanksi yang berat dapat semakin menurunkan jumlah penularan HIV/AIDS. Bagi ODHA yang tidak terkena sanksi yang mematikan dan terinfeksi karena “efek spiral” yaitu dengan membuat karantina bagi ODHA. Karantina ini bukanlah diskriminasi bagi ODHA karena dalam masa karantina semua kebutuhan fisik dan nalurinya wajib dipenuhi oleh negara serta akan dimotivasi untuk sembuh. Selain terapi fisik, ODHA akan diberikan terapi psikoreligi yaitu dengan memotivasi kesembuhan dan meningkatkan ketakwaan. Selama masa karantina ODHA dapat melakukan aktivitas normal sepanjang tidak membahayakan individu sehat lainnya. Transfusi darah juga harus dipastikan darah donor bersih dari infeksi virus HIV dan yang tidak kalah pentingnya negara wajib menyediakan perawatan khusus bagi ODHA dengan resiko penularan terhadap tenaga kesehatan secara maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar